![]() |
Kadis DP3AKB Lombok Timur persiapkan aturan baru dalam menekan angka kasus kekerasan perempuan dan anak |
LOMBOK TIMUR - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur tengah menyiapkan regulasi baru terkait Perlindungan perempuan dan anak. Aturan tersebut untuk meminimalisir kasus yang terjadi.
Kepala Dinas DP3AKB Lombok Timur H Ahmat, SKM menegaskan, penerapan dan sosialisasi regulasi ini tidak bisa hanya dilakukan oleh DP3AKB dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur saja, namun butuh kolaborasi dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat.
"Persoalan ini tidak bisa kami selesaikan hanya dengan Pemda dan Pemerintah kecamatan tapi butuh orang banyak," ungkap H Ahmat.
Terkait persoalan ini masing-masing desa sudah memiliki Peraturan Desa (Perdes), hanya saja Perdes itu belum bisa berjalan maksimal dan tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat. Sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengetahui isi dari Perdes tersebut.
Padahal kata dia, jika Perdes tersebut tidak disosialisasikan akan berdampak terhadap semakin bertambahnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di setiap desa. Karena masyarakat tidak tahu konsekuensinya jika melanggar Perdes tersebut.
"Saat kami turun dan menanyakan kepada masyarakat, masih banyak yang tidak tahu isi Perdes itu apa. Peraturan itu di buat tapi tidak disosialisasikan, padahal untuk sosialisasi tidak perlu ribet, cukup diumumkan saja dari masjid atau lewat pemuda, jika masyarakat tahu konsekuensi Perdes itu maka tidak akan berani mengawinkan anaknya di bawah umur," terangnya.
Selain Perdes, kekerasan terhadap perempuan dan anak juga sudah dilindungi oleh Peraturan Daerah (Perda) nomor 2 tahun 2021 , hanya saja Perda tersebut dinilai mandul lantaran tidak memiliki sanksi berat yang bisa menjerat para pelaku.
Dengan lahirnya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) nomer 12 tahun 2022 yang baru, diharapkan bisa menekan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lombok Timur, sebab sanki yang diberikan dalam Undang-undang sangat jelas dan berat.
"Dalam undang-undang ini barang siapa yang sengaja, mengawinkan anak dibawah umur dengan alasan kekerasan, dengan alasan budaya, dengan alasan pemaksaan itu sudah jelas akan diberikan sanki berupa penjara 9 tahun dan denda sebanyak Rp200 juta," ujarnya.
Sejauh ini pihaknya juga tengah melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait Undang-undang TPKS kepada masyarakat dengan melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH). Hal ini kata dia, bertujuan agar kasus kekerasan yang terjadi tidak hanya diselesaikan dengan mediasi namun bisa diproses hukum.
Sementara berdasarkan data yang ada, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lombok Timur pada tahun 2022 dinilai mengalami penurunan sekitar 50-60 persen, jika dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2021 lalu. (CN)
0 Komentar