![]() |
Rokok ilegal di Lombok Timur meresahkan |
LOMBOK TIMUR - Peredaran Rokok ilegal di Kabupaten Lombok kini dalam tahap mengkhawatirkan. Karenanya, pemerintah harus lebih tegas dalam mengawasi peredarannya. Tidak jelasnya komposisi yang terkandung didalam rokok ilegal dan merugikan negara dan daerah, menjadi alasan utama untuk ditertibkan.
Kepala Biro (Karo) Perekonomian Setda Propinsi NTB, Drs. H. Wirajaya Kusuma, MH menegaskan, Lombok Timur menjadi kabupaten yang tertinggi peredaran rokok ilegal di NTB selain Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Barat.
Diketahui, kata Wirajaya Kusuma, akan bahayanya rokok ilegal yang dapat merugikan kesehatan lantaran tidak jelasnya komposisi yang terkandung dalam rokok itu sendiri.
Selain itu, peredaran rokok ilegal merugikan pendapatan negara karena tidak membayar cukai kepada negara. Dan terakhir merugikan persaingan dunia usaha terutama perusahaan yang sudah membayar cukai rokok dan tembakau.
"Bayangkan, rokok ilegal beredar luas, sementara yang sudah membayar cukai tidak mendapatkan apa-apa. Itu rasanya tidak adil," jelas Wirajaya kepada channelntb.com belum lama ini.
Pemerintah kata dia, terus Intens memberikan pemahaman kepada masyarakat, sebelum melakukan penegakan hukum (law enforcement). Sehingga timbul kesadaran masyarakat untuk menolak dengan cara menjual atau mengedarkan dan memakai rokok yang ilegal.
"Sebelum dilakukan tindakan represif kita berikan pengetahuan kepada masyarakat. Ketika UU sudah masuk ke lembaran negara, maka wajib bagi masyarakat untuk patuh," sarannya.
Peran aktif masyarakat pun diharapkan bisa menjadi agen informasi dan menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat yang lainnya yang belum mengetahui tentang ketentuan cukai tembakau ini.
Untuk diketahui, penerimaan negara dari cukai rokok dan tembakau ini akan dikembalikan pula kepada masyarakat berupa Pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Pengalokasiannya 50 persen diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat, 40 persen bidang kesehatan dan 10 persen untuk penegakan hukum.
"Alokasi DBHCHT 10 persen ini untuk penegakkan hukum berupa sosialisasi terkait dengan ketentuan cukai, rokok tembakau," tandas Wirajaya Kusuma. (CN)
0 Komentar