HMI Cabang Selong tegaskan kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak di Lotim meningkat |
LOMBOK TIMUR - Kekerasan seksual pada perempuan dan anak terus meningkat di Kabupaten Lombok Timur. Data pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB pada 2022, menunjukan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai 1.022 kasus. Belum lagi masalah angka pernikahan usia anak yang masih marak terjadi.
Di Kabupaten Lombok Timur menurut Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Selong, Jusman Khairul Hadi, kasus kekerasan terhadap anak yang paling tinggi terjadi dengan total kasus sebanyak 181 kasus dengan rincian bentuk kekerasan fisik sebanyak 9 kasus, psikis 17 kasus, kekerasan seksual 50 kasus, pelantaran anak 14 kasus dan kekerasan lainnya sebanyak 91 kasus.
Tingginya angka kekerasan seksual pada perempuan dan anak di Lotim kata Jusman, mengindikasikan tidak berjalannya kinerja pemerintah dalam upaya- upaya untuk melakukan pencegahan terhadap kejahatan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Berkaca dari data tahun 2017 hingga 2021, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lombok Timur meskipun mengalami turun naik dari jumlah angka kasus, jika di akumulasi dari tahun 2017 sampai dengan 2021 jumlah kasus berada pada posisi tertinggi.
"Jika kita melihat dari data DP3AP2KB Provinsi NTB, Kabupaten Lotim menyumbang angka tertinggi dalam kekerasan seksual pada perempuan dan anak. Termasuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)," jelas Jusman.
Tahun 2023 ini, Kasus pelecehan seksual dan perkawinan usia dini serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kabupaten Lombok Timur terus mengalami peningkatan di bandingkan dengan tahun 2022.
Peningkatan kasus ini justru disampaikan oleh Kepala Dinas DP3AKB Lotim. H.Ahmat, sesuai data di bulan April Tahun 2023, terhadap kasus kekerasan seksual di Lotim saat ini mencapai sebanyak 15 kasus, kemudian disusul kasus KDRT dan pernikahan usia dini.
"Jika diakumulasi, total angka kasus keseluruhannya per bulan April 2023 itu mencapai 100 kasus, angka tersebut menunjukan trend kasus 2023 mengalami peningkatan bila dibanding 2022," jelasnya.
Fenomena kekerasan seksual terhadap anak ini, menunjukan betapa sempit dan sulitnya ditemukan tempat yang aman bagi perempuan dan anak khususnya di Kabupaten Lombok Timur. Fakta ini menunjukan tidak seriusnya pemerintah untuk menekan kasus kekerasan seksual yang terjadi khususnya di Kabupaten Lombok Timur sebagai daerah penyumbang kasus tertinggi.
Di Indonesia kekerasan seksual pada anak dapat dihukum seperti termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada Pasal 65.
Kian meningkatnya kasus kekerasan pada anak, khususnya di Kabupaten Lombok Timur menunjukkan semakin menguatkan kalau Lombok Timur daerah darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Ditambah lagi akhir-akhir ini Lotim kembali digemparkan oleh perilaku bejat dari salah satu pimpinan pondok pesantren yang ada di Lombok Timur, yang diduga melakukan kekerasan seksual kepada puluhan santriwatinya dari 2021 sampai 2023.
"Tentu ini sangat miris dan menambah tamparan keras bagi Lotim yang semestinya ponpes bisa menjadi benteng pertahanan moral bagi generasi bangsa ke depan justru dikotori oleh tindakan amoral yang dilakukan oleh oknum-oknum yang ada didalamnya yang berkedok tuan guru," tegas Jusman.
Kemenag sudah menerbitkan peraturan menteri agama (PMA) No. 73 Tahun 2022 tentang pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada kementerian agama. Regulasi ini antara lain mengatur masalah pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama. Aturan ini mendorong lembaga pendidikan agama untuk membuat satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ( satgas PPKS).
Melihat fenomena ini, kata Jusman, HMI Cabang Selong mengajak Kanwil Kementerian Agama Lombok Timur dan Dinas DP3AKB Lotim berupaya mencari solusi untuk mengatasi kasus yang terjadi saat ini. Sayangnya, kedua institusi tersebut tidak bersedia hadir meski telah diundang.
"Tidak berlebihan jika kami menganggap pimpinan dari intansi terkait bermental pecundang dan terkesan cuci tangan atas problem yang terjadi ujungnya-ujungnya menyalahkan masyarakat yang minim kesadaran, padahal yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah," ketua Jusman.
Secara tegas HMI Selong, mengatakan pemerintah tidak benar-benar serius, kering gagasan, banyak ngomong tapi kinerjanya jauh panggang dari api.
Oleh karenanya, faktor-faktor penyebab maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lombok Timur antara lain, tidak maksimalnya kinerja pemerintah dalam upaya untuk melakukan pencegahan terhadap kejahatan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Selanjutnya, instansi yang bertanggung jawab terkait DP3AKB tidak serius dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagaimana mestinya.
Masih kata Jusman, kultur masyarakat yang masih menjunjung nilai-nilai kearifan lokal yang menyebabkan kasus kekerasan seksual pada anak dianggap sebagai aib oleh orang tua korban sehingga pihak korban lebih memilih untuk menyembunyikan hal tersebut.
Anak penyandang disabilitas yang sulit untuk melakukan komunikasi sehingga tindak pelecehan seksual dan peristiwa yang terjadi sulit untuk diketahui pihak yang berwenang.
Terakhir, sarana dan prasarana yang belum terlalu menunjang sehingga dibutuhkan perhatian khusus dari semua stakeholder yang memiliki wewenang dalam upaya penanganan kekerasan seksual pada anak yang lebih sistematis dan kordinasi yang terintegrasi antar lembaga.
Atas ketidaktegasan dalam mengatasi kasus kekerasan seksual yang terjadi di Lombok Timur, Pengurus HMI Cabang Selong menyatakan sikapnya dengan, mengecam segala tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, terutama yang terjadi di Kabupaten Lotim.
Tak hanya itu, HMI cabang Selong mendesak Bupati Lombok Timur mengevaluasi total Kepala Dinas DP3AKB dan dinas terkait dan menuntut pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk merumuskan program-program terkait sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang komprehensif dan berpihak pada korban secara partisipatif yang melibatkan semua stakeholder yang ada.
Poin selanjutnya, HMI cabang Selong mendesak pemerintah untuk sungguh-sungguh mengupayakan sistem pendidikan publik untuk membangun kesadaran tentang bahaya kekerasan seksual dan mendesak pemerintah menciptakan sistem penanganan kekerasan seksual dalam dunia pendidikan baik dibawah naungan Dinas Pendidikan dan Kementerian agama termasuk di dalamnya pembentukan crisis Center.
Serta, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mengawal proses pembuatan sistem pencegahan dan penanganan kasus yang terjadi. (CN)
0 Komentar