Tetua Adat : Perusak Bale Adat Dikenakan Sanksi Adat Secara Tegas

Sultan Muhammad Kaharuddin IV (kiri), H. Bachtiar Daeng Marapi (kanan)


LOMBOK TIMUR - Berlarut-larutnya kasus perusakan dan penjarahan Bale adat di Dusun Kedome, Desa Ketapang Raya, Kecamatan Keruak, Lombok Timur memunculkan stigma negatif dari pemuka adat di daerah Gumi Patuh Karya.

Sejumlah budayawan dan pemuka adat Lombok Timur bereaksi atas hancurnya rumah adat yang seharusnya dilindungi. Meski sebelumnya telah mempercayai proses hukum kepada institusi kepolisian, namun nyatanya kasus yang menimpa Ibu Sainah, seorang nenek budayawan asal Lombok Timur itu tak kunjung menemui titik terang.


Tentu saja, kasus ini menjadi tanda tanya dari berbagai pihak. Bagaimana mungkin, kasus yang sudah terang benderang telah dilakukan tidak juga diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Bahkan, Sultan Kaharuddin IV, Raja Sumbawa ikut pula mengomentari kasus yang menimpa Nenek Sainah.


Kenyataan ini yang membuat geram salah seorang tokoh adat asal Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, H. Bachtiar Daeng Marapi.


Baginya, apabila menerapkan hukum adat maka pelaku perusakan bale adat bisa saja diberikan sanksi adat yang cukup keras. Itu beralasan lantaran budaya, serta adat istiadat yang sudah mengakar ditengah-tengah masyarakat jangan sampai dihancurkan. Karena dianggap menghina adat istiadat dan budaya daerah tertentu.


"Orang yang sudah merusak bale adat, orang yang tidak punya adat. Kalau kita masih menggunakan hukum adat orang seperti itu bisa dikasi sanksi adat. Tapi, karena kasusnya sudah ditangani kepolisian kita harus juga menghormati proses hukum yang berlaku," terang H. Bachtiar Daeng Marapi kepada channelntb.com, Sabtu (5/8).


Ditegaskan H. Bachtiar, rumah adat sama kuatnya dengan kultur budaya dimana rumah adat itu tempat berkumpulnya tetua adat yang dikenal sakral. Apalagi Bale adat tempat penyimpan benda-benda bersejarah yang wajib dilindungi.


Tanpa mengurang makna dan fungsi rumah adat, Bachtiar yang dikenal lantang ini tak akan membiarkan pelaku perusakan dibiarkan bebas seperti sekarang ini. Bale adat yang menjadi icon Kabupaten Lombok Timur ini harus tetap dilestarikan.


"Jangan biarkan bale adat di daerah kami dirusak dan dihancurkan oleh orang-orang yang tidak punya adat. Pantang bagi kamu untuk membiarkan orang seperti itu tidak diproses hukum. Jika tidak, kami yang akan memberikan sanksi sesuai aturan adat kami," tegasnya.


Sementara itu, Sultan Muhammad Kaharuddin IV tak luput mengomentari perusakan dan penjarahan Bale Adat di Dusun Kedome, Desa Ketapang Raya.


Dia meminta adanya keterlibatan dan campur tangan Majelis Adat Sasak (MAS) untuk menangani kasus yang menimpa Nenek Sainah yang hingga kini belum juga tuntas masalah hukum.


"MAS bisa mempertanyakan kasus ini kepada pimpinan kepolisian Kapolda NTB. Kenapa tidak juga ditindaklanjuti untuk diproses hukum. Perusakan, penjarahan ataupun penggarongan rumah adat tidak dibenarkan secara hukum," terangnya.


Meski tidak mengetahui persis kronologis awalnya, Raja Sumbawa ke IV ini menyatakan bahwa perusakan itu tidak dibenarkan. Walau diakui, rumah adat bukanlah cagar budaya melainkan kultur budaya masyarakat setempat. (CN)

0 Komentar