Festival Bahari Nyalamak Dilauk ritual masyarakat di pesisir pantai yang digelar di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak |
LOMBOK TIMUR - Setiap tahunnya, tradisi masyarakat pesisir di Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Lombok Timur selalu dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Pelaksanaan tradisi 'Nyalamak Dilauk' - demikian masyarakat pesisir menyebutnya, selalu diawali terjadinya musim paceklik baik di darat maupun di laut.
Penentuan kapan dilaksanakan tradisi Nyalamak Dilauk atau orang sekitar pesisir lainnya menyebut dengan nama lain 'Melaggaq Tikokoq'
hanya 'Sandro-lah yang membimbingnya. Sandro dengan nama lain 'Dukun' adalah orang yang paling didengar untuk melaksanakan ritual adat laut itu.
Dalam melaksanakan ritual adat masyarakat pesisir pantai, ada hal-hal mistis. Tak sembarang orang boleh menggelar ritual tersebut jika tidak ingin tertimpa masalah.
Selain membawa sesajian berupa bahan pertanian lainnya, potongan kepala hewan seperti kerbau atau sapi menjadi menu utama dalam ritual itu. Sesembahan itu akan dilarung di tengah laut.
Ritual adat ini telah dijalankan selama 382 tahun setelah kerajaan Gowa dan Makassar di serang tentara Belanda kala itu. Kemudian masyarakat berpindah-pindah tempat di sejumlah daerah dan tradisi tersebut tetap dilestarikan dan dipertahankan. Terutama bagi masyarakat nelayan di sepanjang pesisir pantai di Kabupaten Lombok Timur.
Ritual ini sebagai bentuk upacara penolak bala atau selamatan laut bagi nelayan sekitar.
"Untuk melarung sesajian dan kepala kerbau ini tidak asal dibuang ke dalam laut. Melainkan menunggu sebongkah Batu Masaraung yang berada di dalam laut," tutur H. Bahtiar Daeng Marapi, saat bincang-bincang bersama channelntb.com, Kamis (3/8).
Daeng Bahtiar demikian tokoh adat Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak ini dipanggil menuturkan, jika batu Masaraung yang berada ditengah laut ini bukanlah sembarang batu.
Keberadaannya jarang dilihat secara kasat mata. Hanya Sandro atau dukun yang bisa melihatnya untuk kemudian sesajian itu dituangkan tepat diatas batu Masaraung.
"Batu Masaraung ini diibaratkan sebagai gerbang ghoib. Ketika sesajian itu dilarungkan tepat diatas batu tersebut, seketika sesajian itu ditelannya. Tetapi, sesajian itu akan dikeluarkan kembali sebagai pertanda persembahan telah diterima," jelas Daeng Bahtiar.
Dahulunya, nama lain dari pantai Tanjung luar disebut 'Sedi Gusoh Tanjoh yang sebagian besar masih merupakan kawasan perairan laut. Saat itu, Tanjung luar belum terdapat daratan. Warga masih membangun tempat tinggalnya di daerah 'Piju' yang kini wilayahnya menjadi Desa Pijot.
Masih tentang misteri batu Masaraung. Batu yang dianggap sebagian masyarakat pesisir sebagai batu keramat itu kerap menunjukkan jati dirinya.
Batu Masaraung bagi warga pesisir sering meraung-raung sebagai pertanda meminta tumbal.
"Banyak korban meninggal dunia terseret arus laut menjadi salah satu pertanda bahwa Batu Masaraung meminta tumbal. Dahulu kala, Batu Masaraung ini meraung sehingga masyarakat merasa ketakutan," terang H. Bahtiar.
Festival Bahari Nyalamak Dilauk menjadi bukti bahwa ritual adat istiadat masyarakat pesisir digelar selain menolak bala juga untuk meminta harapan kepada Allah SWT agar tangkapan ikan nelayan melimpah. (edi)
0 Komentar